Selasa, 04 Juni 2024

PUISI: AKU PAMIT KALI INI - Abdul Rahman

Telah ku coba membangun rasa yang sebatas sisa

Telah ku coba menguatkan asa yang sebatas tekat

Dan telah ku coba mengejar mimpi yang sebatas cerita

Namun nyatanya berkahir percuma

 

Semakin kuat inginku melupa

Semakin kuat juga kau mengisi memoriku

Semakin lapang hatiku merelakan

Semakin lapang juga hatiku dengan namamu

 

Kadang kusandarkan harapan di dalam hati

Kurenungkan mimpi tentangmu,

Tentang kita

Walau sebatas sua

Tapi selalu kepahitan takdir yg ku buai

 

Nyatanya harapan ku tak memihak

Rasaku tak berbalas malah tak kau inginkan

Bagimu aku hanyalah teman saat kau butuh atau teman yg keberadaanya tak kau anggap

 

Haruskah kupertahankan rasa ini?

Atau haruska kuruntuhkan mimpi ku ini?

Aku harus bagaimana?

 

Aku yakin rasa yg muncul padaku tak sama padamu

Aku yakin hadirku hanyalah persinggahan untukmu

Dan aku yakin sangat tak berarti bagimu hingga keberadaanku pun kau lupa

Sungguh pahit dan miris

 

Selama ini kulapangkan hatiku

Kusandarkan harapanku

Kupercayakan mimipiku padamu bahkan kudengungkan namamu dalam penghambaanku

Nyatanya semua terbilang percuma

 

Aku telah mencinta orang yang salah

Aku telah mencinta orang yang tak mengharapkanku

Dan aku telah mencinta orang yang tak pantas untukku

Sungguh aku telah menggores lukaku sendiri nyatanya

Dan aku sangat membenci kebodohanku

 

Begitu memilukan untuk ragaku dan begitu tersiksa untuk batinku

Sepertinya aku memang terlahir sebagai mainan bagimu

 

Tak adakah sedikit saja rasa pedulimu untukku?

Bahkan apa yang telah ku korbankan apa hanya sebatas candaan bagimu?

Kau yang kuharap nantinya sebagai penuntunku malah meninggalkanku dalam kepekatan nasibku

 

Kenapa harus aku?

Tak bisakah bahagia sedikit saja memihakku? Tak bisakah sekali saja pahami aku?

Tak bisakah aku mencicipi rasa yang sama dengan inginanku?

Tak bisakah perasaanku sedikit saja terbalas?

 

Kenapa...?

 

Hidupku selama ini begitu buruk

Aku kira kelamnya hariku akan berubah pada akhirnya nyatanya malah makin pekat

Rasanya sesak menutupi seluruh rongga tubuhku

Dan berakhir dengan kecewa untuk yang kesekian kalinya

 

Terima kasih

Aku pamit kali ini

Semoga dialah mimipi dan harapanmu

Dan semoga kau bahagia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lalu yang Pernah Ada

Sesingkat jeda antar detik,  namun lebih abadi dari ukiran. Sanggup untuk dikenang, namun tak lagi bisa diulang: waktu denganmu. faa _